Selasa, 10 Juli 2018

Handbook Analisis Kebijakan Publik : Teori, Politik dan Metode. #BookHighlight


Diterjemahkan dari karya Frank Fischer, Gerald J. Miller, Mara S. Sidney
Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics and Methods.
Penerjemah : Imam Baihaqie
Penerbit: Nusa Media, Bandung, 2015 
Halaman 1-148 (7 Bab) dari 904 Halaman

Ilmu Kebijakan di Persimpangan Jalan
Ilmu kebijakan berada di persimpangan karena terlepas dari metode penyelidikan yang canggih, analisis kebijakan tetap jauh dari pusat-pusat kekuasaan di mana keputusan kebijakan dibuat, nilai-nilai kekuatan analisis dan logika berjalan menurut kebutuhan politik. Dalam perkembangannya, ilmu kebijakan dibentuk sebagai problem-oriented, menangani isu-isu dan mengajukan rekomendasi sekaligus secara terbuka menolak studi fenomena (Lasswell, 1956) pendekatan kebijakan juga dianggap belum mengembangkan dasar teoritis yang menyeluruh. Ilmu kebijakan juga multi disiplin dalam pendekatan intelektual dan praktisnya. Pendekatan ilmu kebijakan juga sengaja normative atau berorientasi nilai, menyangkut etos demokrasi dan martabat manusia karena pemahaman bahwa tidak ada masalah sosial/pendekatan metodogis yang bebas nilai. Perkembangan ilmu kebijakan ini menurut deLeon (1988) juga terkait akan masalah politik tertentu yaitu Perang Dunia Kedua, Perang Terhadap Kemiskinan (1960), Perang Vietnam, Skandal Watergate (1972) dan Krisis Energi (1970-an).
            Tantangan ke depan, juga berdasar dari ketegangan dialektis antara pengetahuan dan politik, sehingga ketegangan tersebut akan memiliki potensi untuk berkembang, mengubah bentuknya, serta tidak memiliki pola yang pasti karena perubahan peristiwa-peristiwa politik dan tantangan intelektual, sehingga tidak akan mendapatkan keberhasilan murni atau bahkan pengetahuan yang luas, sehingga dapat sampai pada tataran: memahami bagaimana dan mengapa dunia telah berubah.  Sehingga yang perlu dipegang adalah konseptual dan metodologis yang tepat untuk memahami kebutuhan kontemporer dan menawarkan kebijaksanaan dan rekomendasi yang tepat untuk berkembangnya ilmu kebijakan.

Promosi Orientasi Kebijakan: Laswell dalam Konteks
Prinsip kunci penyelidikan yaitu kita harus, sebagai bagian dari penelitian kita, membuka diri kita pada diri kira sendiri (Atkins dan Lasswell, 1924,7). Pemikiran refleksif ke dalam diri dan konteks mempunyai kedudukan utama dalam orientasi kebijakan Lasswell. Lasswell juga mengambil teknik psikoanalisis, fantasi bebas yang diperlukan untuk mengatasi penipuan diri, bahwa logika tidak hanya memadai bagi penyelidikan rasional, tapi ia sendiri adalah kendala, oleh karena itu kendala logika harus dilepaskan untuk mendapatkan pemahaman batin tentang apa yang jelas, pikiran juga adalah istrumen yang cocok untuk melakukan uji realitas, dan mengasah dua pisau antara pisau logika dan pisau fantasi bebas. 
Menurut Lasswell, seorang intelektual harus mempelajari syarat-syarat bertahan hidup dalam arena kekuasaan, yaitu ketika mereka terjebak dalam jaring kepentingan, sehingga harus mengembangkan identitas professional yang akan menawarkan proteksi kelembagaan terhadap irasionalitas yang ditimbulkan oleh kekuasaan politik, juga pentingnya mengembangkan komunitas peneliti. Bahwa kita tidak lagi mempunyai kisah tentang orientasi kebijakan professional tunggal yang terletak pada lembaga lembaga mapan sekaligus secara pradoks bekerja untuk secara kritis mencerahkan diri mereka sendiri dan masyarakat.  Sebaliknya, kita mempunyai kisah tentang pluralitas orientasi kebijakan yang tidak hanya didasarkan pada lembaga-lembaga yang telah mapan tapi juga publik masyarakat sipil.

Kebijakan Publik, Ilmu Sosial dan Negara: Sebuah Perspektif Sejarah
            Penelitian sosial juga berkembang kepada gagasan bahwa pengetahuan yang baik mempunyai hubungan yang harmonis dengan kegunaannya.  Sehingga pemanfaatan pengetahuan adalah salah satu bidang yang berkembang dan gerakan refleksif dari banyak ilmu sosial menjadi sumber dalam pengalaman ini.  Neoliberalisme sebagai ideologi ekonomi umum bahkan menghidupkan kembali ideologi ekonomi umum dan doktrin pengaturan diri-sosial dimana tidak ada tempat atau kebutuhan akan bukti empiris yang rinci tentang situasi sosial. Bahwa pemahaman neoliberalisme antara negara dan ekonomi dalam hubungan yang ekonomis, dengan pemahaman postmodernis mengenai masyarakat dan kebudayaan, bahwa ilmu sosial menjadi kerangka dasar untuk memikirkan hubungan antara pasar dan hierarki, memungkinkan pluralitas, keragaman dan kompleksitas. Dan memiliki keterbatasan untuk mengendalikan situasi sosial-politik karena manusia bertindak dengan cara yang tidak dapat diketahui. Model proses kebijakan, menurut Lasswell (1956) memiliki tujuh tahap yaitu kecerdasan, promosi, rumusan, penerapan, penghentian dan penilaian.
            Pembuatan kebijakan mengandaikan pengenalah masalah kebijakan, yaitu mensyaratkan masalah sosial telah didefinisikan dan perlunya intervensi negara telah dinyatakan dan masalah telah dimasukkan dalam agenda untuk pertimbangan serius aksi publik. Bertemunya sejumlah faktor dan variabel yang saling berkaitan menentukan apakah isu kebijakan menjadi topik utama dalam agenda kebijakan.  Faktor-faktor ini mencakup kondisi material lingkungan kebijakan (seperti tingkat perkembangan ekonomi), dan aliran siklus gagasan dan ideologi, yang penting dalam mengevaluasi kebijakan dan menghubungkannya dengan solusi (usulan kebijakan).  Dalam konteks itu, lingkaran kepentingan antara aktor-aktor yang terkait, kapasitas lembaga yang bertanggung jawab untuk bertindak secara efektif, dan siklus persepsi masalah publik serta solusi yang terkait dengan berbagai masalah adalah sangat penting.  Selanjutnya, untuk proses ideal implementasi kebijakan, mencakup unsur-unsur spesifikasi rincian program, alokasi sumber daya dan keputusan.  Tahap evaluasi, kemudian menjadi penting untuk menilai suatu kebijakan menurut tujuan dan dampak yang diinginkan dalam membentuk titik awal serta berfokus pada hasil yang diharapkan dan konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan.
            Kerangka siklus kebijakan tidak hanya menawarkan tolak ukur bagi evaluasi kegagalan atau keberhasilan, tetapi juga menawarkan perspektif untuk menilai kualitas demokratis proses ini.  Pertanyaan penelitian juga adalah salah satu yang paling penting untuk kemudian berlanjut menjadi apakah dan mengapa kebijakan menyimpang dari desain awal, dan aktor mana yang paling penting dalam mendefinisikan masalah kebijakan atau secara resmi mengadopsi kebijakan tertentu.
           
Penetapan Agenda dalam Kebijakan Publik
Menurut Schattscheineder, 1960, definisi alternatif adalah alat paling ampuh dari kekuasaan, bahwa definisi isu, masalah, dan solusi alternatif sangat penting karena menentukan isu, masalah dan solusi mana yang akan mendapatkan perhatian dari masyarakat dan pengambil keputusan, yang akan mendapatkan perhatian yang lebih luas.  Semua bentuk organisasi politik mempunyai bias dalam mendukung ekploitasi jenis konflik dan menekankan jenis lain karena organisasi adalah mobilisasi bias.  Beberapa isu disusun ke dalam politik, sementara yang lain dikeluarkan. 
Ada beberapa cara di mana kelompok dapat menjalankan strategi untuk mendapatkan perhatian pada isu, sehingga mendapatkan isu pada agenda.  Cara pertama bagi kelompok kepentingan yang kurang diuntungkan untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan berkaitan dengan metaphor arus perubahan agenda dimana ‘jendela kesempatan’ untuk perubahan terbuka ketika dua arus atau lebih (arus politik, masalah atau kebijakan) digabungkan.  Kedua, perubahan dalam persepsi kita terhadap masalah juga akan mempengaruhi terbukanya ‘jendela kesempatan’ bagi perubahan kebijakan. Juga pentingnya membuat koalisi advokasi, yaitu koalisi dari kelompok tertentu yang bersatu berdasarkan beberapa keyakinan bersama tentang isu atau masalah tertentu dimana hal ini akan bekerja untuk mengalahkan kekuatan kepentingan dominan, juga menghasilkan perhatian yang lebih besar dari pembuat kebijakan dan akses yang lebih besar pada proses pembuatan kebijakan, sehingga membentuk kekuatan tandingan melawan elit yang lebih kuat.

Perumusan Kebijakan: Desain dan Alat
Perumusan kebijakan mencakup identifikasi dan/atau penyusunan seperangkat alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah dan mempersempit kumpulan solusi tersebut untuk dipersiapkan dalam keputusan kebijakan final.  Mengambil pertanyaan; apa rencana untuk mengatasi masalah?, apa tujuan dan prioritasnya? Apa pilihan yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut, apa kelebihan dan kekurangan dari setiap pilihan?apa faktor luar, positif atau negatif, yang terkait dengan setiap alternatif? (Cochran dan Malone, 1996).
Analisis konteks tertentu juga dapat menghasilkan prediksi yang luar tentang desain kebijakan yang akan muncul darinya.  Tetapi karena desain mempunyai begitu banyak ‘working parts’ (tujuan, definisi masalah, kelompok sasaran, alat, agen dan lain-lain) membuat hal tersebut menjadi sulit dilakukan, juga diperumit oleh dimensi manusia pembuatan kebijakan.

Implementasi Kebijakan Publik
Studi implementasi terbagi menjadi tiga generasi penelitian implentasi (Goggin dkk, 1990),yang pertama yaitu meningkatkan kesadaran akan isu dalam komunitas ilmiah yang lebih luas dan masyarakat umum, yang kedua yaitu pengajuan berbagai macam kerangka teori dan hipotesis, juga pemahaman akan pelaksanaan secara hierarkis tujuan kebijakan yang didefinisikan oleh pusat. Yang ketiga yaitu implementasi yang menjembatani kesenjangan antara pendekatan atas-bawah dan bawah-atas (hierarkis) dengan menggabungkan wawasan pemikiran dari kedua kubu menjadi model teoritis mereka.  Sementara itu Goodin dan Klingemann, 1996 memiliki tiga kelemahan, yaitu kurangnya kumulasi, yaitu bentrok antara pemikiran atas-bawah dan bawah-atas, kurangnya pemahaman akan faktor-faktor variabel penjelas, mana yang lebih penting serta bagaimana latar belakangnya, dan penelitian implementasi yang ditandai oleh ontologi dan epistemologi, yang sama-sama positivis yang sebagian besar mengabaikan peran, wacana, simbol dan pola budaya.

Bandung, 11 Juli 2018

Jumat, 30 Maret 2018

Sosiologi Perubahan Sosial; Perspektif Klasik, Modern, Posmodern dan Poskolonial #MarchBookHighlight


Judul Buku : Sosiologi Perubahan Sosial; Perspektif Klasik, Modern, Posmodern dan Poskolonial
Penulis : Nanang Martono
Penerbit : PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Cetakan ke 4 - April 2016
Tebal : 477 halaman

Perubahan sosial adalah suatu proses yang melibatkan dimensi ruang dan waktu.  Dimensi ruang yaitu menunjuk pada wilayah dan kondisi yang melingkupinya, waktu, yaitu mencakup konteks historis dari masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. 

Aspek dalam perubahan sosial adalah perilaku, pola pikir dan perubahan struktur masyarakat.

Menurut Tilaar, 2002, terdapat 6 pokok persoalan perubahan sosial yaitu : 
1. Apakah yang sebenarnya berubah?
2.  Bagaimana hal tersebut mengalami perubahan?
3. Apa tujuan perubahan tersebut?
4. Seberapa cepat perubahan itu?
5.  Mengapa terjadi perubahan? (sebab-sebab)
6.  Faktor-faktor apa saja yang berperan?

Selain itu, adapula alasan suatu masyarakat tidak bisa berubah menurut Spicer, yaitu 1) mengancam rasa aman, 2) Tidak memahami perubahan dan 3) Pemaksaan.

Bentuk-bentuk perubahan sosial adalah evolusi (lambat) dan revolusi (cepat) yang bisa dibagi menjadi Revolusi secara 1) fundamental, 2) kekerasan, perjuangan dan kecepatan dan 3) kombinasi diantara keduanya.  Proses tersebut akan menciptakan terciptanya proses reformasi sosial.

Faktor penyebab perubahan sosial dapat dibedakan secara internal (penduduk, konflik sosial) dan eksternal (bencana alam, perang). 

Faktor yang mempercepat perubahan sosial :
1) kontak antar budaya
2) sistem pendidikan yang maju
3) sikap menghargai karya dan keinginan untuk maju
4) toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang (sejauh bukan tindak pidana/melanggar hukum)
5) sistem stratifikasi yang terbuka (gerak sosial vertikal dan horizontal)
6) penduduk yang heterogen 
7) ketidakpuasan terhadap bidang tertentu
8) orientasi masa depan 
9) nilai bahwa manusia harus selalu memperbaiki kehidupannya.

Faktor yang menghambat perubahan sosial : 
1) kurangnya kontak sosial/interaksi
2) perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
3) sikap tradisional (turun temurun) : mengagungkan kepercayaan lama, dll
4) vested interested (kepentingan yang telah ditanamkan kelompok tertentu untuk melanggengkan posisi mereka)
5) rasa takut akan goyahnya integrasi budaya luar
6) prasangka terhadap hal hal baru/asing/sikap yang tertutup
7) ideologis
8) adat/kebiasaan
9) nilai bahwa hidup tidak dapat diperbaiki/pasrah
(Soekanto, 1999)

Faktor pendorong : Sosial, psikologis, budaya.
Faktor pendukung : Komunikasi dan pers, birokrasi, modal, teknologi, ideologi.
(Salim, 2002)

Strategi Perubahan Sosial 
Sasaran : 1) karakteristik individu 2)aspek budaya 3)aspek stuktural; kelompok sosial, organisasi, institusi, komunitas dan masyarakat dunia (global).  - Harper, 1989

Strategi perubahan sosial dengan target individu : 
1) psikoanalisis
2) psikologi sosial
3) pendidikan

Strategi dasar: 
1) fasilitatif
2) reedukatif
3) persuasif
4) kekuasaan
5) kekerasan dan nonkekerasan

Pemberdayaan masyarakat dalam proses perubahan, dapat dilakukan melalui pendampingan sosial yaitu : 
1) memberikan motivasi,
2) peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan 
3) manajemen diri 
4) mobilisasi sumber
5) pembangunan dan pengembangan jaringan 

Permasalahan sosial menjadi isu yang sangat menarik dan sangat erat kaitannya dengan kemiskinan.  Dimana penanggulangan masalah ini sendiri sangatlah kompleks apabila tidak terlebih dahulu memahami beberapa teori dasar mengenai bagaimana gambaran sasaran target/subjek perubahan itu sehingga dapat menyusun strategi apakah yang terbaik melihat dari kondisi yang muncul serta menjadi ciri dari masyarakat tersebut.

Buku ini sangat menarik, karena memuat mengenai teori teori tersebut dilengkapi dengan contoh dan gambaran nyata yang aktual, juga memberikan solusi semacam pendidikan alternatif, yang didasari integrasi misi program dengan pengetahuan, kemampuan, kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya lokal lainnya untuk meraih kemandirian masyarakat.

Origin - Dan Brown #Marchbook


Judul Buku : Origin
Penulis : Dan Brown
Penerbit : PT Bentang Pustaka, Yogyakarta
Penerjemah : Ingrid Dwijani, Reinitha Amalia, Dyah Agustine
Distributor : Mizan Media Utama, Bandung
Cetakan Kedua, Januari 2018
Tebal : 507 Halaman

This is another series of Robert Langdon's adventure, that tell us about the murder mystery of Edmond Kirsch, an atheist, also a computer-scientist who found a new discovery that could answer a controversial question, 

Where are do we come from and where are we going? 

picture from here

This controversial discovery led Kirsch to a dangerous way the makes him would questioning by religionist, scientist, and the world.  So he try to presented his discovery by giving a theatrical presentation located at Guggenheim Museum Bilbao, that have a curator named Ambra Vidal, whose recently enganged to Spain's Prince, soon to be a king.

In the middle of this presentation Kirsch getting murdered in front of Langdon and Ambro, before he can share his discovery.  During the mess and the catch of the murderer, Langdon and Ambra stuck into a plot that makes they have to break the codes that given to him with Wingston, a super artificial intelligent made by Kirsch.  They have a purpose to reveal the back-up of hidden discovery and to share it to the world. 

This book is really enchanting, feels like an action, suspense, full of clues that makes us wonder and think about who is plotting the murder and about the greatest content of this book : What is the answer of Life's Most Important Question? What is the discovery? Besides the real history background that mentioned a real place, like Casa Mila, Guggenheim Museum Bilbao, and another science/religionist make it more interesting because we could search the real place/paiting/history on the internet to make us have another reference on Spain's historical building/art.

God is dead. God remains dead. And we have killed him. How shall we comfort ourselves, the murderers of all murderers? -Nietsche

Rabu, 28 Februari 2018

Buku Februari: The Life Changing MAgic Of Tidying Up - Marie Kondo


Judul : The Life-Changing Magic Of Tidying Up; 
Seni Beres-Beres dan Metode Merapikan ala Jepang 
Penulis : Marie Kondo 
Penerbit : PT Bentang Pustaka, didistribusikan Oleh Mizan Media Utama
Penerjemah : Reni Indardini
Cetakan Kedelapan, Desember 2017
Tebal : 206 Halaman

Buku ini sangat menarik, menggarisbawahi pekerjaan yang dianggap mudah, sebenarnya mampu mencerminkan banyak hal. Tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Ternyata, berbenah bukan hanya mengenai merapikan barang-barang, tetapi juga membangkitkan kegembiraan, menyimpan hal hal yang bermakna dan membuat bahagia, kemudian mengenyahkan barang-barang yang mungkin kita pikir kita perlukan, padahal hanya memberatkan langkah kita.

Berbenah ternyata merupakan sebuah seni, untuk membenahi diri, memberikan refleksi bagaimana kita menjalani kehidupan, dengan berhenti cemas akan masa depan atau terlampau terikat pada masa lalu.

Buku ini memberikan detail mengenai bagaimana merapikan rumah, juga memberikan cara, bagaimana membenahi kehidupan, yaitu dengan melepaskan beberapa hal dan mensyukuri hal hal yang ada, kemudian memaksimalkan potensinya.

Buku ini adalah trigger, rasanya menyenangkan dan membahagiakan membacanya, menyadari bahwa mungkin kita terlewat pada hal hal kecil namun memberikan dampak kepada hidup kita. Bahwa mungkin dari hal hal kecil, seperti menghargai barang barang kita, kita akan memperoleh kebahagiaan yang berkali lipat dan ketenangan hati akan merasa cukup. Bahwa dengan berbenah akan meredakan kecemasan kecemasan yang kita alami setelah tantangan yang kita hadapi di luar rumah. Dan ketika pulang ke rumah, kita akan selalu dikelilingi hal hal yang membahagiakan.

5/5

Rabu, 17 Januari 2018

Buku Januari : The Subtle Art Of Not Giving A F

Title : The Subtle Art Of Not Giving A F   - 
A Counterintuitive Approach to Living a Good Life (english edition)
Author : Mark Manson 
HarperCollins e-books.
First HarperOne hardcover published 2016.
FIRST EDITION ISBN 978–0–06–245771–4
EPub Edition August 2016
Summary and review

The Subtle Art of Not Giving a F

Subtlety #1: Not giving a f does not mean being indifferent; it means being comfortable with being different.

The people who just laugh and then do what they believe in anyway.They know it’s more important than they are, more important than their own feelings and their own pride and their own ego. They say, “Fuck it,” not to everything in life, but rather to everything unimportant in life. Because here’s another sneaky little truth about life. You can’t be an important and life-changing presence for some people without also being a joke and an embarrassment to others.

 Subtlety #2: To not give a f about adversity, you must first give a f about something more important than adversity.

If you find yourself consistently giving too many fucks about trivial shit that bothers you—your ex-boyfriend’s new Facebook picture, how quickly the batteries die in the TV remote, missing out on yet another two-for-one sale on hand sanitizer—chances are you don’t have much going on in your life to give a legitimate fuck about. And that’s your real problem. Not the hand sanitizer. Not the TV remote.
If you find yourself consistently giving too many fucks about trivial shit that bothers you—your ex-boyfriend’s new Facebook picture, how quickly the batteries die in the TV remote, missing out on yet another two-for-one sale on hand sanitizer—chances are you don’t have much going on in your life to give a legitimate fuck about. And that’s your real problem. Not the hand sanitizer. Not the TV remote.

Subtlety #3: Whether you realize it or not, you are always choosing what to give a f about.

Maturity is what happens when one learns to only give a fuck about what’s truly fuckworthy. And like this book said, we need to turn our pain into power, and our problems into slightly better problems, as a guide to suffering and how to do it better, with more compassion and humility.

Other than super positive-self help book, i think this book is really worth to read.  To make ourself conscious, about what to worry about, to keep our mind in focus, and let the worry about unimportant things in this short life be more meaningful and be happy in some ways-at the beauty of negativeness and expecting nothing or like Charles Bukowski wrote in his graveyard 'Dont Try'. 

****

Kamis, 28 Desember 2017

Buku Desember : Jurnalisme Dasar


Judul : Jurnalisme Dasar ; Panduan Praktis Para Jurnalis
Penulis : Asti Musman dan Nadi Mulyadi 
Penerbit : Komunika; Yogyakarta
Tahun Terbit : 2017
Halaman : 286

Sebagai keinginan untuk menulis dengan lebih baik, saya membeli buku ini.  Dengan harapan ke depan dapat mengisi blog ini dengan pemikiran pemikiran yang lebih terstruktur, dan motivasi untuk membaca lebih banyak agar dapat menulis lebih banyak.  Memulai pembelajaran untuk menuliskan ide ide di kepala sebagai bagian dari menempuh studi master.  Semoga review/resume, kutipan dan ulasan ini dapat bermanfaat.  

Buku ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip jurnalisme, bagaimana kewajiban jurnalisme adalah kebenaran, tidak memihak, terus melakukan verifikasi dari berbagai sumber, menghargai kebebasan jiwa dan pemikiran, bebas dari tekanan pemantau, menyediakan forum untuk kritik dan komentar, menyertakan pandangan dan kepentingan yang terwakilkan, menjadi story teller with a purpose, yaitu mengimbangi antar apa yang menurut pembaca mereka inginkan, dengan apa yang mereka tidak bisa harapkan, tetapi sesungguhnya mereka butuhkan, menjaga berita itu agar proporsional dan komprehensif serta yang tak kalah penting, memiliki kompas moral, yaitu rasa etik dan tanggung jawab.  

Ragam Jurnalisme : 
1. Jurnalisme berdasarkan khalayak : yaitu memperhatikan siapakah target pembaca yang akan membaca tulisan tersebut, untuk kemudian memperhatikan bahasa, maupun kualifikasi ilmu pengetahuan apa yang diperlukan untuk memahami tulisan tersebut.
2.  Jurnalisme Ideologis : Yaitu tulisan yang menekankan kepada ideologi atau visi penulis itu sendiri.
3.  Jurnalisme Warga : Yaitu tulisan yang ditulis oleh warga yang tidak memiliki latar belakang media untuk menjadi alternatif perspektif dalam penyajian informasi akan suatu masalah.
4.  Jurnalisme Sastrawi : Yaitu tulisan yang memadukan antara liputan/reportase dengan gaya sastrawi, yaitu menggambarkan emosi dari orang yang terlibat dan menggambarkan latar peristiwa dengan lebih detail.  
5.  Jurnalisme Investigasi : Yaitu tulisan yang memiliki elemen mengungkap kejahatan yang merugikan, skala kasus luas dan sistematis, menjawab semua pertanyaan penting dan memetakan persoalan dengan gamblang, mendudukan aktor yang terlibat dengan bukti yang kuat, dapat membuat publik memahami kompleksitas masalah dan dapat mengambil kesimpulan dari tulisan tersebut.

Adapun nilai berita menurut Askurifai Baksin (2009) memuat 7 unsur :
1.  Timeless, yaitu baru terjadi dan aktual.
2.  Impact, yaitu memberi dampak bagi orang banyak.
3.  Prominance, yaitu kejadian yang mengandung nilai keagungan bagi orang/lembaga.
4.  Proximity, yaitu kejadian dekat dengan pembaca.
5.  Conflict, yaitu mengandung pertentangan.
6.  The unusual, yaitu tidak biasa dan pengecualian dari pengalaman sehari hari.
7.  The currency, yaitu menjadi pembicaraan orang banyak.

Sedangkan kualitas suatu berita menurut Chanley (dalam Askurifai Baksin, 2009) dapat diukur menurut standar : 
1. Akurat.
2. Saksi/Narasumber memiliki kapabilitas.
3. Seimbang dan adil.
4. Objektif.
5. Ringkas, fokus dan langsung sehingga mudah dipahami.

"News is only the first rough draft of history" - Alan Barth

"Orang yang tidak melakukan kesalahan biasanya tidak melakukan apa-apa" - W.C Magee

"Keorisinalan bukan berdasarkan apa yang belum pernah dikatakan orang lain, melainkan berdasarkan apa yang dapat anda katakan secara tepat buah pikiran anda" - James Stephen 

"Mereka yang memperlakukan politik dan moralitas secara terpisah tidak akan pernah mampu memahami keduanya" - John Morley 

"Moralitas adalah alat terbaik untuk mengendalikan umat manusia sehingga berbuat bagai kerbau dicocok hidungnya" - Friedrich Nietzsche

"Problem yang dihadapi seorang penulis tidak berubah.  Dirinya sendiri dan dunia yang dihuninyalah yang berubah, namun masalah-masalahnya tetap sama.  Yang selalu menjadi masalah adalah bagaimana menulis dengan sejujurnya, dan setelah mengetahui apa yang benar, mengungkapkan kebenaran itu, sehingga kebenaran menjadi bagian pengalaman orang yang membacanya" - Ernest Hemingway.

-29 Desember 2017

Selasa, 26 Desember 2017

Jurnal Akademik - Sarjana, Untan 2013

Judul Skripsi : Aplikasi e-Procurement dalam Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak. Universitas Tanjungpura 2013.


Abstrak
Karina Oktriastra: Aplikasi e-Procurement dalam Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak. Skripsi. Pontianak: Program Studi Ilmu Pemerintahan Kerjasama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Aplikasi e-procurement dalam sistem informasi manajemen pemerintahan di unit pelaksana teknis daerah (UPTD) layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) Kota Pontianak mengalami kendala seperti kurangnya sosialisasi, pelatihan dan pendidikan bagi pengguna, akses website yang sering mengalami gangguan dan kurangnya koordinasi antar stakeholders dalam penyediaan infrastruktur.Keberhasilan aplikasi e-procurement dapat dilihat melalui tiga faktor penting yaitu regulasi, sumber daya manusia dan infrastruktur. Yaitu dari aplikasi yang berjalan sesuai dengan standar operasi prosedur, sumber daya aparatur yang professional serta infrastruktur yang memadai untuk mengoptimalkan berjalannya aplikasi e-procurement di UPTD. LPSE Kota Pontianak. Untuk mengoptimalkan aplikasi e-procurement, perlu menyelaraskan kinerja antar departemen pemerintah, kemudian menjalankan standar yang telah ditetapkan, serta terus menerus melakukan pengembangan sistem sesuai dengan kapasitas yang diperlukan hingga dapat mewujudkan terciptanya good governance dan clean government.
Kata Kunci: Aplikasi, Regulasi, Sumber Daya Manusia, Infrastruktur, Good Governance dan Clean Government.

Abstract
Karina Oktriastra:e-Procurement Application in Management Information Systems of Governance in District Technical Implementing Units Electronic Procurement Service. Script. Pontianak: Governments Science’s Program, Faculty of Social Politic Science Collaborate with West Borneo Province Government.E-procurement application in management information systems of Governance in UPTD. LPSE Pontianak experiencing problems such as lack of socialization, training and education for users, the disruption of website and lack of coordination among stakeholders in provision of infrastructure.The successfulness of e-procurement applications can be viewed through three important factors, Policy, People and Infrastructure. Which of the applications running in accordance with standard operating procedures, professional personnel resources and adequate infrastructure to optimize the passage of e-procurement in UPTD. LPSE Pontianak.To optimize the application of e-procurement, it is necessary to align the performance between government departments, then run the established standards, and ongoing development of a system in accordance with the required capacity to be able to realize the creation of good governance and clean government.


Keywords: Application, Policy, People, Infrastructure, Good Governance and Clean Government


A. PENDAHULUAN


1. Latar Belakang Penelitian


Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) merupakan salah satu permasalahan krusial di Indonesia yang erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dibandingkan negara lain di dunia. Hal tersebut tercermin dalam Laporan Corruption Perception Index Tahun 2012 dimana Indonesia menempati posisi ke-118 dari 176 negara dan Kota Pontianak menempati posisi ke-36 dari 50 kota.
Adapun dari temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 70-80% kasus korupsi di Indonesia yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah di bidang barang dan jasa karena adanya penunjukan langsung terhadap pemenang lelang dan penggelembungan harga barang dan jasa (Johan Budi S.P, Juru Bicara KPK kepada Koran Tempo,18 April 2012). 
Maraknya praktek korupsi, rendahnya kualitas layanan publik yang tidak memenuhi harapan masyarakat, birokrasi pemerintahan yang tidak efisien dan efektif, transparansi dan akuntabilitas yang rendah, serta rendahnya disiplin dan etos kerja aparatur negara menjadi dasar perlunya reformasi untuk mencapai pemerintahan yang bersih. Pemerintah Indonesia saat ini memang berusaha mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Kedua hal ini baru bisa tercapai apabila penyelenggaraan pemerintahan diterapkan pada prinsip kepastian hukum, professional, visioner, efisien, akuntabel, transparan dan partisipatif.
Sistem manajemen pemerintah yang pada mulanya merupakan sistem hirarki kewenangan dan komando sektoral yang mengerucut dan panjang harus mampu diubah dengan mengembangkan sistem manajemen modern dengan organisasi berjaringan sehingga dapat memperpendek lini pengambilan keputusan serta memperluas rentang kendali. Salah satu bentuk dari sistem manajemen modern tersebut adalah dengan pengembangan e-government yang merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepe-merintahanyang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengopti-malisasikan pemanfaatan teknologi informasi yang mencakup 2 aktivitas yang berkaitan (Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government) yaitu :
(1) Pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis;
(2) Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.
Proses transformasi menuju e-government sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government juga telah mengarahkan agar pemerintah dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi, serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu untuk menyederhanakan akses ke semua informasi dan layanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah. Dengan demikian seluruh lembaga-lembaga negara, masyarakat, dunia usaha, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya dapat setiap saat memanfaatkan informasi dan layanan pemerintah secara optimal. 
Salah satu upaya pengembangan pelayanan publik melalui jaringan informasi dan komunikasi adalah e-procurement yang merupakan pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Suatu pengembangan sistem untuk pelayanan barang dan jasa tersebut, dianggap penting karena hampir 35-40% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011 atau uang negara kurang lebih senilai 450 triliun disalurkan pada kegiatan pengadaan (Jurnal Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Tahun 2012).
e-Procurement mulai diterapkan dalam sistem informasi manajemen pemerintahan di Kota Pontianak melalui Peraturan Walikota Pontianak Nomor 56 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas dan Jabatan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pontianak yang didukung dengan Keputusan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pontianak Nomor 22 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas Jabatan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Aplikasi e-procurement tersebut masih menemui berbagai macam kendala sehingga belum optimal seperti masih kurangnya tenaga ahli di bidang informasi dan teknologi yang dilihat dari masih kurangnya sosialisasi, pelatihan maupun pendidikan khusus terhadap pengelola dan penyedia barang dan jasa, terbatasnya bandwidth untuk mengakses website e-procurement yang mengakibatkan akses yang lambat maupun terganggu dankoordinasi antara stakeholders dalam hal ini Pemerintah Kota Pontianak dan Pemerintah Pusat dalam menangani masalah yang muncul dalam program e-procurement.
Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Aplikasi e-Procurement dalam Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak, Kalimantan Barat yang beralamat di Jalan Rahadi Oesman Nomor 3 Kota Pontianak, Kalimantan Barat. 

2. Rumusan Permasalahan
Adapun rumusan permasalahan yang diambil peneliti, ialah “Mengapa aplikasi e-procurement dalam sistem informasi manajemen pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak belum berjalan secara optimal? ”

3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana regulasidalam e-procurement di Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak.
2. Untuk mengetahui bagaimana sumber daya manusiadalam e-procurement di Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak.
3. Untuk mengetahui bagaimana infrastruktur dalam e-procurement di Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak

4. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis penelitian yang diharapkan adalah dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang pemerintahan. Manfaat praktis penelitian, bagi pemerintah adalah sebagai masukan kepada UPTD. LPSE sehingga dapat memberikan pelayanan yang transparan, efektif dan akuntabel, bagi masyarakat secara luas adalah agar mendapatkan kesempatan untuk dapat mengakses dan mengetahui mengenai proses pengadaan barang dan jasa di Kota Pontianak, bagi mahasiswa (peneliti) adalah untuk memiliki pemahaman mengenai aplikasi e-procurement dalam sistem manajemen pemerintahan di UPTD. LPSE Kota Pontianak.

B. Kerangka Teori dan Metodologi

1. Kerangka Teori
Adapun dalam aplikasi e-procurement dapat dikatakan berhasil apabila telah berhasil memenuhi tiga faktor penting (Robb dalam MacManus, 2002:10) yaitu regulasi (policy), sumber daya manusia (people) dan infrastruktur. Regulasi (policy), yaitu peraturan yang mengatur mengenai standar operasi prosedur (SOP) dalam melaksanakan e-procurement sehingga satuan kerja perangkat daerah mendapatkan barang dan jasa yang murah namun tetap berkualitas, sumber daya manusia (people) yaitu pengelola maupun penyedia barang dan jasa yang menguasai sistem informasi teknologi sehingga dapat mengoperasikan e-procurement dengan baik, dan infrastruktur yaitu ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang pengaplikasian e-procurement.
Walaupun tentu tidak hanya hal di atas, tetapi diharapkan pula aplikasi e-procurement tersebut dapat berhasil dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam aplikasinya seperti memberikan sosialisasi, pelatihan maupun pendidikan khusus terhadap pengelola dan penyedia barang dan jasa, menerapkan standar bandwidth untuk mengakses website e-procurement sehingga upload dandownload data dapat berjalan lancar sertakoordinasi yang baik antara stakeholders dalam hal ini Pemerintah Kota Pontianak dan Pemerintah Pusat dalam menangani masalah infrastruktur yang muncul dalam e-procurement sehingga dapat segera diatasi.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, kemudian melakukan empat langkah yaitu pre-survey,membuat usulan penelitian, pengambilan data primer dan sekunder kemudian membuat laporan penelitian (skripsi).
Lokasi penelitian adalah di UPTD. LPSE Kota Pontianak. Subjek penelitian adalah penyedia dan pengelola barang dan jasa pemerintah. Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Adapun data diuji dengan menggunakan triangulasi data, kemudian dianalisis dengan menggunakan 3 komponen yaitu display, reduction dandrawing and verifying conclusions

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah regulasi mengenai e-procurement di Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di UPTD. LPSE Kota Pontianak sangat baik, terlihat dari keseluruhan prosedur dalam mengaplikasikan e-procurement telah dirancang dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP) dari pelaksanaan e-tendering, e-cataloguing dan e-purchasing yang diatur melalui Peraturan Kepala LKPP sehingga dari UPTD.LPSE melaksanakan keseluruhan rangkaian prose-dur bersama Unit Layanan Pengadaan (ULP) serta penyedia barang dan jasa sehingga ketiga pihak dapat saling bekerja sama dan saling mengawasi dalam proses ­e-procurement. Sumber Daya Manusia dalam e-procurement di Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak telah berjalan dengan baik. Terlihat dari tiga orang staf di UPTD LPSE yang memiliki latar belakang pendidikan strata 1 (S1) dan telah mengikuti pelatihan dari LKPP. Infrastruktur dalam e-procurement di Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak telah berjalan dengan baik. Seperti diperbaruinya hardware dan software pada bulan Januari Tahun 2013 untuk menyesuaikan dengan kapasitas pengguna aplikasi e-procurement. Serta tersedianya infrastruktur di UPTD LPSE sesuai dengan standar yang telah ditetapkan LKPP yaitu adanya ruang training, ruang bidding, ruang server, ruang verifikasi dan helpdesk, serta daftar kebutuhan perangkat jaringan dan server yaitu line internet, router, switch dan server.
Hasil penelitian ini mempunyai implikasi bahwa untuk melaksanakan aplikasi e-procurement yang berhasil pada sistem informasi manajemen pemerintahan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pontianak proses e-tendering, e-cataloguing dan e-purchasing harus dapat berjalan dengan baik sesuai dengan regulasi yang telah dibuat, dijalankan dengan aparatur yang professional serta infrastruktur yang mampu menunjang aplikasi e-procurement yang dilaksanakan di UPTD. LPSE Kota Pontianak.
Keterkaitan Unit Layanan Pengadaan (ULP), penyedia barang dan jasa serta pengelola barang dan jasa sebagai pelaksana teknis juga diharapkan dapat bersinergi untuk dapat menggunakan aplikasi e-procurement secara optimal, sehingga dapat melaksanakan prinsip-prinsip dalam tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government).
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka dapat diberikan saran sebagai berikut:
Dari regulasi, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dapat bekerja sama dengan UPTD. LPSE Kota Pontianak untuk terus menerus melakukan perbaikan dalam perancangan Standar Operasi Prosedur (SOP) sehingga dapat menunjang proses berjalannya aplikasi e-procurement. Bagi penyedia barang dan jasa juga dapat bekerja sama dalam ikut serta dan mengawasi proses berjalannya prosedur dalam sistem e-procurement sehingga dapat memberikan masukan untuk pembentukan regulasi ke depannya.
Dari sumber daya manusia, Kepala UPTD. LPSE dapat secara berkala memberikan sosialisasi dan edukasi kepada penyedia barang dan jasa, serta kepada staf UPTD.LPSE Kota Pontianak untuk diikutsertakan dalam Bimtek (Bimbingan Teknis) maupun pelatihan-pelatihan serupa untuk meningkatkan kemampuan staf dalam mewujudkan good governance dan clean government dalam pelaksanaan manajemen informasi sistem pemerintahan di UPTD. LPSE Kota Pontianak. Bagi penyedia barang dan jasa dapat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan di UPTD.LPSE yaitu training mengenai aplikasi e-procurement.
Dari infrastruktur, Kepala UPTD. LPSE dan Kepala LKPP dapat selalu mengupdatehardware maupun software agar aplikasi e-procurement di UPTD. LPSE Kota Pontianak dapat digunakan sebagaimana tujuan dibentuknya program ini yaitu terlaksananya sistem informasi manajemen yang menunjang terwujudnya good governance dan clean government. Bagi penyedia barang dan jasa juga dapat memanfaatkan segala fasilitas yang tersedia di UPTD. LPSE apabila jaringan internet sedang mengalami gangguan sehingga dapat langsung mengakses dokumen di UPTD. LPSE Kota Pontianak.


DAFTAR REFERENSI
Adinegoro, Himawan. 2008. Modul Strategi Pengembangan dan Implementasi e-Procurement di Indonesia. Jakarta: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Croom, Simon R dan Brandon-Jones, Alistair. 2005. Key Issues in e-Procurement: Procurement Implementation and Operation In The Public Sector. Journal of Public Procurement. V 5
Danim, Sudarwan. 2000. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku.Jakarta: Bumi Aksara.
Djojosoekarto, Agung. (ed). 2008. e-Procurement di Indonesia. Jakarta: LPSE Nasional Jakarta
Dunn, Willian. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.Jakarta: Gadjah Mada University Press
Dwiyanto, Agus, dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Faisal, Sanapiah. 2005. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Jakarta : Rajawali Press
Macmanus, Susan A. 2002. “Understanding The Incremental Nature Of E-Procurement Implementation at The State and Local Level”. Journal of Public Procurement. Vol. 4.
Marimin, Hendri Tanjung dan Haryo Prabowo. 2006. Sistem Informasi Manajemen: Sumber Daya Manusia. Surabaya : Grasindo
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Oliveira, Luis M.S dan Amorim, Pedro Patricio. 2001. Public e-Procurement. International Financial Law Review. V 43.
Parwito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKis Yogyakarta.
Ratminto, Winarsih Atik Septi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Scott, George M. 2004. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Rajawali Press.
Sudarwan, Danim. 2005. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Cetakan ke – 111
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Sulistiyani, Ambar Teguh, 2004. Memahami Good Governance: Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gava Media.
Vaidya, Kishor,et. Al. 2006. “Critical factors that Influence e-Procurement Implementation Success in The Public Sector”. Journal of Public Procurement. V.6
Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Edisi Revisi. Jakarta:Kencana


Sumber Internet

Transparency International. 2012. “Corruption Perceptions Index2012”.
Tanggal akses: 22 April 2013
UPTD. LPSE Kota Pontianak. 2013. “Pengumuman”.
Tanggal akses: 22 April 2013


Undang-Undang dan Peraturan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58, tambahan lembaran negara nomor 4843
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lampiran I Bab IV Huruf D)
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Peraturan Walikota Pontianak Nomor 56 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Jabatan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pontianak
Peraturan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pontianak Nomor 22 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas dan Jabaran Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).


Sumber Jurnal
Jurnal Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Tahun 2012


Sumber Media
Paraqbueq, Rusman. Pengadaan Barang dan Jasa Paling Rawan Korupsi. Koran Tempo Rabu, 18 April 2012.
Penelitian
Haryati,. Anditya, Wibowo. 2009. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (e-Procurement) pada Pemerintah Kota Yogyakarya. Melalui <http://www.mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/view/50>
Andriyani, Yenny. 2011. Tesis: Kinerja Layanan Pengadaan Secara Elektronik di Lingkungan Pemerintah Kota Pontianak. Universitas Tanjungpura.